May 31, 2010

Dewi Ratih Ayu Daning, Wakili Asia Pasifik sebagai Ilmuwan Muda

Sikap dan tutur katanya sederhana. Sesederhana penelitiannya yang bertemakan Limbah Teh Hitam (Bohea Bulu) sebagai Agen untuk Mengurangi Gas Metan pada Fermentasi di Dalam Perut Sapi. Penelitian itu untuk mendukung peternakan ramah lingkungan.

Bisa jadi karena penelitian itu dianggap sederhana, pada November 2008 lalu, proposal penelitian tersebut tak lolos seleksi Dirjen Dikti Kemendiknas tingkat nasional. Dikti sebatas memberikan bantuan biaya penelitian Rp 5 juta. Padahal bila paper itu dikembangkan, berpotensi menekan laju pemanasan global yang kini menjadi isu sentral dunia.

Mahasiswi jurusan Nutrisi Makanan Ternak Fakultas Peternakan UGM ini bukan perempuan yang mudah putus asa. Dia bersyukur mendapatkan bantuan penelitian Rp 5 juta dari dikti. Alumnus SMAN 1 Turen ini tetap menyiapkan tahap penelitian. Bahan dikumpulkan dan metode penelitian dirancang.

Periode Februari 2009 hingga Mei 2009, perempuan kelahiran Malang 11 Desember 1988 ini melakukan penelitian. Dia meneliti sebatas skala laboratorium. Belum diujicobakan pada hewan. Pembimbingnya Prof Dr Lies Mira Yusiati, SU dan Asih Kurniawati MSi. Keduanya adalah dosen Biokimia Nutrisi Fakultas Peternakan UGM.

"Saya sampai tidur-tidur di laboratorium. Karena pengamatannya setiap dua jam selama 72 jam. Sempat juga memecahkan tabung fermentor impor. Terpaksa ganti rugi sejuta. Juga sempet lubangi perut sapi untuk ambil senyawa di perutnya," papar Daning saat ditemui di rumahnya, Jalan Rambutan RT 3 RW 3 Desa Kemulan, Kecamatan Turen, Rabu (26/5).

Selama penelitian berlangsung, Daning mengulanginya hingga tujuh kali. Itu untuk optimalisasi level perlakuan yang pas. Mulai mencari komposisi thanin (senyawa yang dikandung teh) yang pas hingga level perlakuan yang tidak membahayakan lambung sapi.

Hasil penelitian itu selanjutnya dia ajukan dalam lomba PKM di Universitas Gajahmada (UGM) Jogjakarta. Daning sekaligus menjadikan penelitian itu sebagai bahan skripsinya. Sehingga dia pun mengembangkan penelitiannya itu dengan biaya sendiri. "Dana dari dikti kurang. Harus nambah," kata asisten dosen untuk beberapa mata kuliah ini.

Karena orang tuanya di Kemulan, Turen, hanya seorang peternak dengan kondisi ekonomi pas-pasan, Daning pun berusaha sendiri untuk bisa menambah biaya penelitian. Untungnya dia punya sedikit tabungan dari keringatnya sendiri.

Memang, sejak awal kuliah, perempuan berjilbab ini sudah nyambi menjadi tentor bimbingan belajar mata pelajaran matematika bagi siswa SMA. Selain itu dia juga mendapatkan beasiswa PPA (peningkatan prestasi akademik). "Saya tak muluk-muluk saat itu. Yang penting bisa dijadikan skripsi. Biar cepat lulus," kata Daning yang masuk ke fakultas peternakan UGM karena pilihan gurunya semasa SMA ini.

Boleh saja dikti memandang penelitian itu sederhana. Namun tidak bagi Alltech, sebuah perusahaan internasional yang bergerak dalam bidang kesehatan hewan dan nutrisi di 120 negara. Alltech memandang penelitian itu penting bagi dunia karena dapat mengurangi emisi gas metan pada pakan ternak.

Bermula saat Daning mengirimkan hasil penelitian tersebut ke lomba Alltech Young Scientist yang diselenggarakan oleh Alltech. Kompetisi tersebut digelar akhir Februari 2010 lalu.

Pihak Alltech memberikan apresiasi yang luar biasa pada hasil penelitian anak pertama pasangan Sutejo-Nurhayati ini. Papernya itu menyisihkan 80 penelitian lainnya dari seluruh Indonesia. Daning terpilih sebagai The 1st Place Undergraduate Country Winner for Indonesia.

Dalam waktu hampir bersamaan, paper miliknya bersaing di tingkat Asia Pasifik dan sukses menyabet peringkat pertama mengalahkan 1.000 kandidat se-Asia Pasifik. Daning pun menyandang First Place Winner Undergraduate Asia Pacific.

"Gak nyangka kalau bisa menang se-Asia Pasifik. Sebab lomba itu tanpa presentasi. Tiba-tiba mendapatkan telepon dari Alltech dan dinyatakan juara pertama," kata Daning.

Awalnya Daning tidak percaya kabar kemenangannya itu. Sebab telepon dari Alltech masuknya malam hari, sekitar pukul 19.00. Dia sempat curiga itu telepon iseng atau penipuan. "Tetapi Pak Isra' (Isra' Noor, General Manajer Alltech Biotechnology Indonesia) telepon salah seorang dosen juga. Dan saya diberitahu. Akhirnya saya percaya. Jelas gembira dong," kata Daning.

Berkat keberhasilan se-Asia Pasifik itu, pada 16-19 Mei Daning melaju di tingkat dunia. Dia harus mempresentasikan hasil penelitiannya di hadapan undangan Altech's 26th International Animal Health and Nutrition Symposium di Kentucky, Amerika Serikat.

Daning bersaing dengan perwakilan dari Amerika Utara, Amerika Latin, Eropa, dan Afrika. Persaingan untuk merebut gelar Global Winner (juara dunia) sebagai peneliti muda. "Akhirnya yang mendapatkan trofi global winner dari Amerika Utara. Nilai saya ada di urutan ketiga. Memang penelitian saya paling sederhana. Yang lainnya wow," kata Daning yang tetap saja tak bisa menyembunyikan rasa kecewanya.

Meneliti limbah teh untuk campuran makanan ternak ruminansia (memamah biak) berawal dari kerisauan Daning tentang pemanasan global. Selama ini industri peternakan ruminansia (sapi, kuda, babi, kambing) menyumbang sekitar 20 persen gas metan di dunia. Gas metan adalah salah satu penyumbang kerusakan lapisan ozon yang menjadi penyebab pemanasan global.

Daning mencoba memanfaatkan limbah teh hitam dari pusat penelitian teh dan kina Gambung Bandung. Selama ini limbah teh hitam itu hanya dimanfaatkan sebagai pupuk. Dalam penelitiannya, kandungan thanin dalam teh bisa menurunkan produksi gas methan dalam lambung sapi. "Semua limbah teh bisa. Kebetulan saya pakai yang dari Bandung," kata Daning.

Harapan jangka pendek Daning ingin segera lulus kuliah. Lalu melanjutkan ke pasca sarjana. Apalagi dia juga mendapatkan tawaran kuliah S2 di Canada dan Utah, Amerika Serikat. Tawaran itu diberikan oleh beberapa orang profesor yang ikut menyaksikan presentasinya saat simposium internasional di Kentucky.

"Tetapi masih banyak pertimbangan mau melanjutkan studi di sana. Jauh sekali. Seharian naik pesawat ke sana," kata perempuan yang bercita-cita menjadi dosen di fakultas peternakan UGM ini.

Terhadap hasil penelitiannya, Daning berharap adik kelasnya di fakultas peternakan UGM meneruskan ke tahap in vivo (dicobakan langsung ke ternak). Dari sana dapat diketahui apakah hasil penelitiannya itu bisa diterapkan dalam kehidupan nyata atau tidak. Dia ingin masyarakat dan lingkungan mendapatkan manfaat dari penelitian sederhana itu.

"Tapi jangan dicoba sekarang. Sebab penelitian saya masih sebatas laboratorium. Kalau sapinya mati gimana coba," kata perempuan yang yang hobi nonton film India ini.

Sutejo yang tak lain ayah Daning mengaku sangat gembira dengan prestasi puterinya itu. Sebagai seorang peternak sapi, dia hanya bisa berharap anaknya bisa meraih cita-cita menjadi dosen di UGM. Meski untuk membiayai kuliah S2, Sutejo mengaku angkat tangan. Dia tak mampu lagi kalau harus membiayai kuliah pasca sarjana, lebih-lebih di luar negeri.

"Angkat tangan saya kalau diminta membiayai kuliah lagi. Sekarang ini saja saya sudah ampun-ampun. Saya hanya usaha penggemukan sapi. Itu pun kemitraan," ungkap Sutejo sedih.

Sumber : www.kaskus.us

0 Komentar:

Post a Comment

Sekolah Internet Indonesia
 

Site Info

Blog ini berisi tentang motivasi, pengembangan diri, pernikahan, sosok inspirasi, ekonomi, tips, kesehatan, dan pariwisata. Terinspirasi dari tokoh-tokoh yang memiliki tinta emas dalam perjuangannya mengarungi hidup. Semoga ALLAH SWT memberikan kita petunjuk menjadi yang lebih baik, bermanfaat dan berguna bagi masyarakat sehingga hidup kita menjadi berkah.

Iklan

MOTIVASI HIDUP BERKAH Copyright © 2009-2013. Free Template by MasnaTheme.Com.
Designed by Bie Blogger Template