Seminggu terakhir saya dan keluarga berada di Malaysia. Salah satu kota yang dikunjungi adalah Seremban di Negeri Sembilan di mana sebagian keluarga tinggal di sana dan menjadi warga negara Malaysia.
Seremban adalah salah satu tujuan favorit perantau Minang, selain Jakarta, Medan dan Pekanbaru. Kabarnya, ada 400 ribu perantau di Seremban. Di Jakarta ada 600 ribu. Hampir sama jumlahnya.
Maka, tak heran di Seremban suasananya seperti di Bukittinggi karena banyak bangunan Rumah Gadang. Sejarah Negeri Seremban sendiri didirikan oleh perantau dari Pagaruyung. Adat dan budaya masyarakatnya sangat mirip dengan di Minangkabau. Bukittinggi dan Seremban menjalin kesepakatan sebagai kota kembar.
Para perantau Minang di sini mayoritas berdagang. Namun dari perbincangan tadi malam, mereka sepakat bahwa anak-anak mereka lebih baik menjadi pegawai ketimbang berniaga atau berwirausaha.
Menurut mereka, berniaga itu berat dan hidup tidak terjamin. Untuk membeli rumah atau mobil, bank sulit membantu karena mensyaratkan rekening koran dan lainnya yang meyakinkan.
Menjadi Pegawai Lebih Terjamin
Berbeda dengan menjadi pegawai, apalagi pegawai pemerintah. Lulusan fresh graduate yang bekerja baru 6 bulan saja sudah bisa mencicil rumah dan mobil. Syaratnya cukup menjaminkan slip gaji. Belum lagi jaminan kesehatan, pendidikan dan pensiun.
Seorang bapak perantau Minang berusia 60-an mengatakan bahwa keempat anaknya sudah lulus kuliah dan diterima kerja. Tidak ada satu pun yang berwirausaha seperti orang tuanya.
Demikian juga anak-anak dari kerabat saya. Semuanya sekolah tinggi dan meniti karir sebagai pegawai. Ingin naik gaji lebih baik? Tinggal kasih modal tambahan untuk ambil sekolah S-2.
Di Indonesia berbeda, kata saya. Justru minat mahasiswa menjadi wirausaha sangat tinggi saat ini. Para karyawan juga banyak yang resign dan memulai bisnis sendiri. Menjadi wirausaha adalah cita-cita mayoritas kalangan muda di Indonesia saat ini. Mereka ingin mandiri dan bebas secara finansial.
Saya amati, gaji karyawan pemula dan menengah di Indonesia tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Itulah salah satu penyebab tingginya minat menjadi wirausaha. Di Malaysia berbeda, menjadi pegawai sangat terjamin hidupnya.
Memulai bisnis di Malaysia cukup berat. Modal yang dibutuhkan cukup besar. Harga sewa kios di mall atau ruko lebih tinggi daripada di Indonesia. Belum lagi syarat-syarat legal lainnya.
Di Indonesia, memulai bisnis sangat mudah. Mau jualan kaki lima? Mudah sekali. Tinggal gelar tikar di tempat yang dianggap strategis, asal kuat mental. Kalau dikejar kamtib tinggal kabur dan buka lagi di tempat lain. Apalagi jualan online. Tinggal cuap-cuap di Facebook, maka bisnis pun jalan.
Di Malaysia tidak bisa seperti itu. Semuanya diatur. Ini membuat ngeri para pemula dan mereka akhirnya memilih menjadi pegawai yang hidupnya lebih nyaman dan terjamin.
Dengan kondisi di kalangan muda seperti ini, saya yakin beberapa tahun ke depan ekonomi Indonesia akan menyalip Malaysia. Orang Indonesa lebih siap bertarung dan lebih berani ambil risiko.
Kondisi nyaman dan serba terjamin itu baik. Acungan jempol untuk pemerintah. Namun itu justru melemahkan mental wirausaha kalangan muda di negeri jiran kita ini.
Sumber :
https://roniyuzirman.wordpress.com/2013/04/02/di-malaysia-menjadi-pegawai-lebih-baik-daripada-wirausaha/
0 Komentar:
Post a Comment